
Judul buku : Ziarah-sebuah novel
Penulis : Iwan Simatupang
Penerbit : Djambatan
Cetakan : ketujuh,2001
Teba : 0,9 mm
Ukuran : 21cm x 14 cm
Ziarah,sebuah novel garapan Iwan simatupang,yang dikenal sebagai seorang sastrawan, cerpenis, penulis drama, dan juga wartawan. Penulis yang bernama lengkap Iwan Martua Lokot Dongan Simatupang ini lahir di Sibolga, 18 Januari 1928, dan meninggal di Jakarta, 4 Agustus 1970. Sastrawan ini mendapat pendidikan HBS di Medan, sekolah dokter di Surabaya, serta antropologi dan filsafat di Rijk-Universiteit Leiden, dan Paris. Beliau telah menanam dua karya terkenalnya dalam dunia sastra Indonesia, yaitu Ziarah yang terjemahannya mendapat hadiah roman ASEAN terbaik 1977, serta novel yang telah di terbitkan sebelumnya, Merahnya merah(1968) yang juga mendapatkan penghargaan Nasional 1970. Karya lainnya yaitu Kering(1972) dan Koooong(1975) terbit setelah beliau meninggal.
Dalam kisah ini, Iwan Simatupang mengajak kita berkunjung dan mengintip dunia fantasi yang di ciptakannya, merasakan pergelutan yang tengah terjadi serta mengajak kita melihat pemikiran-pemikiran cerdas tokohnya. Novel ini berkisah mengenai hidup seorang pemuda miskin yang kaya mendadak setelah lukisan yang dibuatnya di beli dengan harga yang tinggi. Jika kita menjadi pemuda ini, tentulah kita akan merasa senang bila tiba-tiba menjadi kaya, tapi anehnya, pelukis malah bingung dengan kekayaanya,dan berusaha menghabiskannya dengan berjudi atau taruhan. Apakah uangnya habis? Tidak. Uangnya malah berlipat ganda dan ia menjadi salah satu miliuner di negri itu.
Ia pun tinggal berpindah-pindah dari satu hotel ke hotel lainnya, satu losmen ke losmen lainnya,dan menjadikan hotel-hotel tersebut sanggarnya. Ada suatu ketika, ia tengah memandangi aspal dari jendela besar di kamarnya, memikirkan betapa banyaknya definisi-definisi aspal, dan tanpa di sadarinya, pelukis kita melompat ke luar. Pelukis kita ini mati? Bila di pikirkan dengan akal sehat, tentu saja seorang yang jatuh dari lantai 4 sebuah hotel akan mati. Tapi tidak demikian dengan pelukis kita. Ia terjatuh dan menimpa seorang gadis. Orang-orang berteriak dan bergegas meninggalkan si pelukis dan si gadis yang tengah asyik diatas aspal tersebut.
Yah, tentu saja keduanya pun menikah, setelah terlebih dahulu kawin, dan menghadapi kehidupan sebagai sepasang suami istri hingga suatu hari, sang istri pelukis terkena penyakit kuning, dimana ia melihat segala sesuatu berwarna kuning dan kemudian meninggal. Pelukis merasa sedih, terpuruk, merana atas kematian istri yang sangat di cintainya itu. Ia menolak kenyataan bahwa istrinya telah meninggal, setiap pagi bangun dengan harapan akan bertemu dengan istrinya di suatu tikungan jalan. Dan ketika malam tiba, ia akan menuangkan arak untuk diminumnya, dan berteriak-teriak.
Pelukis kita ini telah menambahkan suatu gelar ‘mantan’ pada profesinya yang satu ini. Selayaknya orang yang putus harapan, ia berhenti melukis seiring dengan berhentinya kehidupan istri yang dicintainya, akan tetapi ia masih menyukai segala hal yang masih berhubungan dengan profesinya. Jadilah ia sekarang sebagai seorang pengapur tembok. Pengapur ini tidak menyukai segala hal yang berbau pekuburan, sebagai bentuk dari penolakannya akan kenyataan bahwa istrinya telah meninggal. Semenjak istrinya meninggal, belum pernah sekalipun ia menjejakkan kakinya untuk melihat makam istrinya.
Ketika suatu hari seorang opseter pekuburan memintanya mengapur tembok pekuburan, ia bimbang. Di satu pihak pekerjaan yang disukainya, dan di pihak lain, pekerjaan tersebut tengah berkaitan dengan pekuburan. Hal yang di bencinya! Ketika diterimanya tawaran pekerjaan itu, seluruh kota geger, walikota dengan pemikirannya sendiri turun tangan, dan berbagai macam pemikiran-pemikiran diperdebatkan dalam kisah ini.
Berbagai pemikiran filsafat yang cerdas dipaparkan dalam buku ini oleh si pengarang. Buku dengan tebal 142 halaman ini lebih cocok dibaca oleh kalangan remaja keatas mengingat perbendaharaan kata si pengarang yang akan sulit dimengerti oleh anak kecil. Kisah ini juga dapat membuka cara berpikir kita dengan pemikiran tokoh-tokohnya dan merupakan kisah yang cukup menghibur pembaca dengan kegilaan para tokoh.
No comments:
Post a Comment